Pernak pernik permasalahan pada perpustakaan sekolah sampai saat ini belum bisa terselesaikan, apalagi jika berkaitan dengan finansial atau honor bagi pengelola perpustaan sekolah atau pustakawan.
Berkaitan dengan honor pustakawan, pada jenjang pendidikan di sekolah terdapat kesenjangan yang cukup lebar, mulai dari honor pustakawan SD yang bisa dihitung dengan lima jari, hingga SMA yang saat ini sudah bisa tembus ke level 15 hingga 25 lembar ratusan ribu rupiah. Dengan kesenjangan itupula banyak pustakawan yang harus rela menambah job diluar dinas disekolah tersebut.
Sangat menyedihkan, namun begitulah potret pustakawan kita sampai saat ini, belum lagi dengan selisih pendapatan tersebut diatas, banyak pustakawan yang dibebani pekerjaan yang tidak imbang dengan pendapatan finansialnya, namun dengan dalih pengabdian yang dituntut ikhlas apapun bisa dikerjakan oleh pustakawan tersebut.
Kata ikhlas merupakan kata yang sering kita dengar dan juga mudah kita ucapkan, namun sulit untuk dilaksanakan, pasalnya perlu kesesuaian hati dan mulut dalam mengamalkanya. oleh karenanya, dengan ketidakikhlasan yang dibalut dengan ketidakmampuan mengamalkannya muncullah ungkapan yang tidak lazim namun menjadi hal yang lumrah. ungkapan tersebut diantaranya yang sedang viral dimedia online saat ini, yaitu:
1. "Butuh pustakawan sekolah pas arep akreditasi tok..... TUMAN...!!!"
Tidak bisa dipungkiri, tahun 2019 ini Perpustakaan Nasional sedang menggarap akreditasi perpustakaan sekolah diseluruh nusantara, oleh karenanya sekolah yang belum memiliki pustakawan kemudian berlomba-lomba menawarkan lowongan pustakawan baik melalui media sosial maupun media cetak hanya untuk mendapatkan pengakuan berlebel akreditasi, namun setelah itu apakah status kepustakawananya akan terus melekat pada pustakawan tersebut, atau kemudian beralih profesi ke bidang lain tergantung kebijakan sekolah melalui kepala sekolah.
2. "Pengen perpuse apik, gaji pustakawane mung 300 ewu... TUMAN...!!!"
Setelah proses lowongan pustakawan selesai, jadilan pendaftar terpilih menjadi pustakawan yang diberi secarik kertas berupa surat keputusan yang berisi tugasnya sebagai pengelola perpustakaan, kemudian diahir bulan mendapatkan hak kerjanya berupa honorarium bagi semua pekerja disekolah tersebut yang disebut sebagai GTT atau PTT, dalam hal ini biasanya disebut PTT Pustakawan. Seberapa besar honorarium tersebut?, tentunya menyesuaikan keuangan sekolah masing-masing, namuan tidak sedikit sekolah hanya mampu memberi honor yang dapat dihitung dengan lima jari saja.3. "Perpus isine mung buku paket, pengin akreditasi A... TUMAN...!!!"
Setelah si pustakawan bekerja disebuah perpustakaan sekolah, tidak lama biasanya ada penilaian perpustakaan, baik untuk penilaian lomba ataupun akreditasi seperti pada poin pertama diatas. dalam hal ini pustakawan mulai memikirkan keberadaan perpustakaan sesuai dengan keilmuanya. hal yang lumrah menjadi permasalahan pustakawan adalah menjelaskan keberadaan buku paket yang mendominasi koleksi perpustakaan sekolah. sebanyak apapun buku paket tersebut diperpustakaan justru akan menjatuhkan penilaian karena menjadikan pemandangan diperpustakaan selayaknya gudang. lantas pustakawan tersebut harus berupaya penuh meyakinkan pimpinan untuk memindah koleksi buku paket tersebut ke tempat terpisah.
4. "pengin pustakawane pinter, arep seminar kon bayar dewe... TUMAN...!!!"
Perkembangan keilmuan perpustakaan tidak kalah pesatnya dengan perkembangan teknologi informasi, oleh karenanya pustakawan harus selalu update dalam meningkatkan keilmuanya tersebut, baik melalui sharing dan diskusi sesama pustakawan, seminar, diklat, pelatihan atau kegiatan lain yang dapat menambah wawasan. tanpa mengikuti kegiatan tersebut, diyakini pustakawan akan mengalami gangguan kemajuan zaman. Nah, disini merupakan ujian bagi keloyalan kepala sekolah dalam mensupport perpustakaan, dengan mengirimkan pustakawanya ke berbagai kegiatan (termasuk dorongan finansial) membuktikan bahwa pmpinan benar-benar mengharapkan pustakawanya kekinian.
5. "Ikut diklat kepala perpustakaan cuma mau dapat sertifikasi, perpusnya gak diurusi...... TUMAN...!!!"
Nah, terahir yang paling mengenaskan bagi pustakawan adalah adanya guru yang kurang jam mengajar yang digunakan sebagai syarat pemberian tunjangan profesi guru atau yang dikenal dengan tunjangan sertifikasi, kemudian oleh kepala sekolah ditunjuk sebagai kepala perpustakaan yang diakui 12 jam pelajaran, sehingga guru tersebut mencukupi syarat untuk mencairkan sertifikasinya. Pada kasus ini, tidak sedikit guru yang kemudian semaunya sendiri lantaran keberadaannya diperpustakaan bukanlah dari hati nuraninya sendiri, melainkan murni karena urusan finansial.
Nah tersebut diatas contoh ungkapan rasa yang muncul akibat ketidakmampuan pustakawan menyampaikan wawasan peran penting pustakawan dan perpustakaan dalam kemajuan perpustakaan sekola. bagaimana dengan anda, apakah kasusnya sama dengan cerita diatas? silahkan komentar dibawah ini, mari kita diskusi mencari solusi.
Dapatkan Tips Menarik Setiap Harinya!
- Dapatkaninformasi seputar perpustakaan disetiap postingan kami
- Jadilah pembaca pertama yang mengetahui informasi tersebut


